Barokah dan Dilema Santri yang Takut Kualat

Sesungguhnya keberkahan itu ada pada diri nabi dan rasul, juga pada hamba-hamba yang saleh, pada orang-orang alim; yang senantiasa menyebarkan ilmunya, memerangi kezaliman, dan kebaikannya mengalir kepada sekitarnya.

· 2 menit untuk membaca
Pengajian oleh Agus Muchlisin di PP. Al-Azhar, Mojokerto

Sudah menjadi kelaziman bagi seorang santri--baik dari pesantren salaf ataupun modern--mengharap berkah dari masyayikh di pondoknya atau bahkan ngalap berkah dari pesantren itu sendiri. Mayoritas santri memang memandang pondok pesantren adalah tempat mencari rida Allah Swt., terutama dengan jalan mencari ilmu.

Berkah (barokah) biasa didefinisikan dengan ziyadah al-khair (tambahnya kebaikan) yang bisa muncul dari doa orang lain dan juga perbuatan baik si pelaku. Barokah sendiri secara spesifik terbagi menjadi empat. Pertama; barokah dari Allah Swt.; yang mana, Allah adalah sumber barokah itu sendiri. Kedua; barokah waktu, seperti momen Lailatul Qodar. Ketiga; barokah tempat seperti Kakbah dan Masjidil Haram. Keempat; barokah dari tokoh tertentu, misal para nabi dan rasul, juga para orang saleh. Nah, yang akan dibahas di sini adalah dari perseorangan tersebut. Dalam Al-Qur’an sendiri disebutkan

قيل يا نوح اهبط بسلام منا وبركات عليك وعلى أمم ممن معك (هود : 48)

Dalam Tafsir Al Baghawi, dijelaskan maksud barokah dalam ayat tersebut adalah keturunan Nabi Nuh a.s., dalam tanda kutip, yang ada di perahu bersama beliau akan langgeng terus sampai hari kiamat dan yang nantinya menjadi cikal bakal orang Islam. Dalam ayat lain disebutkan

وجعلني مباركا أين ما كنت وأوصاني بالصلاة والزكاة (مريم : 31)

Imam Al-Alusi menjelaskan maksud ayat tersebut bahwasanya, maksud barokah pada Nabi Isa a.s. adalah menjadikan beliau seseorang yang bermanfaat dan mengajarkan kebaikan. Adapun barokah yang berada dalam diri Nabi Muhammad saw. tentu tidak diragukan lagi keberadaannya. Mulai dari barokah secara ma’nawiyyah berupa mengikuti ajaran beliau, atau yang hissiyyah berupa perbuatan-perbuatan beliau yang khariq al-‘adah dan mengharap barokah dari anggota tubuh Rasulullah saw. yang terpisah dari beliau. Barokah juga bisa digapai lewat orang saleh.

أن البركة تكون في الأشخاص من الرسل والنبيين، عليهم الصلوات والتسليمات، وتكون في العبد الصالح، وفي العالم العامل بعلمه، فيعم خيره غيره من الناس، بنشر العلم، واتباع الهدى ومحاربة الظلم والضلالة والشيطان

Sesungguhnya keberkahan itu ada pada diri nabi dan rasul, juga pada hamba-hamba yang saleh, pada orang-orang alim; yang senantiasa menyebarkan ilmunya, memerangi kezaliman, dan kebaikannya mengalir kepada sekitarnya.

(Disarikan dari jurnal yang disusun oleh Prof.Dr. Sayyid Faruq Muhammad Abdurrahman, Prof.Dr. Muhammad Abdul Jalil Hasan Mahmud, dan Dr. Faros Muhammad Sulaiman yang berjudul Hadits al-Qur’an al-Karim ‘an Al Barokah wa Atsaruha ‘ala al-Fard wa al-Mujtama’, Universitas Al-Azhar Kairo)

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak oknum pengampu pesantren dengan mudahnya mengatasnamakan “barokah” untuk kepentingan sendiri. Sebenarnya bukan bermaksud suuzan atau ada kepentingan lain, namun lebih kepada prihatin dengan santri yang kadangkala punya keinginan atau cita-cita tertentu yang secara dzatiyyah-nya baik; dalam tanda petik, tidak melanggar syariat atau menabrak norma sosial, sering kandas karena bertolak belakang dengan kehendak gurunya dan dengan atas nama tidak barokah ilmunya. Memang, kehendak guru tersebut tidak muncul seketika tanpa sebuah pertimbangan, namun apa salahnya juga mengabulkan kehendak santri yang memang punya iktikad baik.

Lalu bagaimana dengan doa tidak barokah tadi? Apakah benar-benar berdampak pada santri?, kita teliti terlebih dahulu. Jika memang doa tersebut muncul atau efek dari perbuatan santri yang menyalahi norma atau bahkan syariat, kemungkinan besar akan berdampak. Namun, bila berangkat dari kesalahpahaman atau wal ‘iyadzu billah karena hawa nafsu sang guru, kemungkinan besar sebaliknya; tidak berarti apa-apa.

Guru atau orang alim sendiri sebenarnya hanya perantara dalam adanya barokah dalam diri seseorang, sedangkan munculnya tetap dari Allah Swt. Pernyataan ini diperkuat dengan dawuh Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah

فإن الرب هو الذي يبارك وحده، والبركة كلها منه، وكل ما نسب إليه مبارك، فكلامه مبارك، ورسوله مبارك، وعبده المؤمن النافع لخلقه مبارك، وبيته الحرام مبارك (الجواب الكافي لمن سأل عن الدواء الشافي ص 104 ط. دار الأرقم بيروت لبنان)

Menyikapi hal seperti ini, dari pihak santri hendaknya harus memberanikan diri untuk menyampaikan cita-citanya kepada gurunya dan meyakinkan beliau bahwa yang ia lakukan pasti maslahat dan hendaknya dari pihak guru lebih terbuka untuk menerima curahan sang santri. Wallahu A’lam.


Baca juga opini lainnya atau artikel lain dari Muhammad 'Abda

Related Articles

Sekotak Susu “Punya Mama”
· 3 menit untuk membaca
Menolak Taklid Buta kepada Influencer
· 3 menit untuk membaca
Tahun Baru (2023): Harapan VS. Dosa-Dosa Masa Lalu
· 2 menit untuk membaca
#Womansupportwoman yang Disalahpahami
· 4 menit untuk membaca
Ilmu yang Bermanfaat, Rida Guru, dan Husnuzan Murid
· 2 menit untuk membaca