Eksistensi Tuhan: Apakah Tuhan itu Ada atau Kita yang Buta?

Para ulama mengajarkan bahwa Allah itu tidak bertempat dan tidak singgah di suatu tempat. Karena, jika Allah bertempat di suatu tempat, maka keberadaan “tempat” itu lebih luas dan Zat Allah menjadi terbatas.

· 3 menit untuk membaca
Eksistensi Tuhan: Apakah Tuhan itu Ada atau Kita yang Buta?

Zawaya.id–Tulisan ini sengaja saya buat karena saya sangat berhasrat ingin mengomentari dan mencoba menjawab pertanyaan Onad kepada Habib Ja’far di kanal Youtubenya. The Leonardo’s, yang berbunyi: “Bib, kalau Tuhan itu ada, di mana dia? Kenapa tidak memunculkan diri?” Kira-kira seperti itu redaksi pertanyaannya.

Pertanyaan seperti itu (bagi kita yang beriman) kadang tidak perlu kita bahas memang, akan tetapi, bagi saudara kita yang baru masuk Islam, terkadang hal ini adalah sesuatu yang mendesak untuk diketahui jawabannya–terlebih harus rasional juga. Padahal, banyak dari kita yang sedari kecil beragama Islam pun tak tahu jawabannya juga jika ada orang yang melempar pertanyaan semacam ini.


Disclaimer

Tulisan ini mungkin agak panjang, jadi kalau kalian males baca keseluruhan, mending jangan baca, stop disini. Kalau memang ingin membaca, baca sampai tuntas ya agar nggak salah paham, karena tulisan ini sedikit berat.


Oke, kita lanjutkan.

Keberadaan Allah sebagai Tuhan itu ada dan eksis adalah suatu fakta, kejelasan, dan keniscayaan yang absolut yang tidak bisa terbantahkan oleh apa pun. Saya mengutip dari nazam di dalam kitab “Aqidah al-Awam”,

فالله موجود قديم باق # مخالف للخلق بالإطلاق

'Allah itu ada, Ia adalah Dzat yang tidak didahui oleh apapun, yang abadi, yang tidak menyerupai suatu ciptaan dari sisi manapun'.

Sayangnya, sebagian besar dari kita justru buta; tak bisa melihat kebenaran ini secara utuh. Yang lebih ekstrem lagi adalah pandangan orang yang menganggap eksistensi Tuhan itu tak ada gara-gara tak bisa dilihat oleh mata kepala, lalu menghasilkan kesimpulan: “eksistensi Tuhan itu irasional.”

Bagi saya, kesimpulan semacam itulah yang irasional. Bagaimana mungkin alam semesta yang begitu megah ini tidak ada yang menciptakan? Kita lihat, bumi itu mempunyai laut dan daratan. Laut mempunyai ekosistemnya sendiri dan begitu pula daratan. Itu semua ada makhluk hidupnya, lo. Belum lagi kalau kita membahas tentang dunia antariksa, bisa lebih jauh lagi kan? Kesemuanya itu tak mungkin terjadi begitu saja, tapi ini 100% by design!

Kalau kita anggap sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh mata kepala adalah sesuatu yang tidak mempunyai eksistensi, lantas bagaimana nasibnya orang buta sejak kecil? Bagaimana udara? Angin? Mata kepala kita sangat terbatas 'kan jangkauannya?

Maka dari itu, untuk mengetahui eksistensi Tuhan, kita membutuhkan mata hati dan akal yang jernih, meskipun keduanya memang mempunyai batas, setidaknya jangkauannya lebih luas daripada mata kepala.

Dengan media mata hati dan akal yang jernih, saya akan analogikan dengan analogi orang buta.

Menurut data sains dan kesehatan yang saya kutip dari hellosehat.com, orang-orang yang mengidap buta warna total sejak lahir hanya dapat melihat dunia (dan bermimpi) dalam nuansa warna hitam, putih, dan abu-abu.

Lantas, jika orang buta hanya bisa melihat tiga warna tersebut, apakah orang buta menafikan bahwa di dunia ini ada berbagai macam warna di dalam kehidupannya? Jelas tidak menafikan 'kan? Kalian tak percaya? Coba tanya kepada orang buta, “apakah kalian pernah melihat warna biru pada langit?” Tentu jawabanya, "Tidak!" Tapi coba ganti pertanyaannya menjadi, “Apakah langit itu berwarna biru?” Saya yakin 100% bahwa jawabannya adalah “Iya, langit memang berwarna biru”. Bahkan orang buta sekalipun akan mengatakan bahwa laut itu berwana biru, daun itu berwarna hijau, susu itu berwarna putih, dan seterusnya.

Pertanyaannya, bagaimana mereka bisa tahu padahal mereka tidak bisa melihat? Ya, karena orang buta mendapatkan pengetahuan tersebut dari orang-orang disekelilingnya. Atau bisa juga ia membaca buku pengetahuan dengan tulisan Braille. Dan inilah “dalil” yang mendasari orang buta memiliki pengetahuan tentang warna suatu benda padahal ia tidak bisa melihat.

Hal ini persis dengan kondisi kita sebagai makhluk. Untuk mengetahui pencipta kita, kita perlu merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadis yang benar–yang diriwayatkan oleh ulama pendahulu kita. Keduanya banyak mengutip tentang kekuasaan Allah. Saya akan mengutip beberapa ayat Al-Qur’an agar kita yakin bahwa Allah itu ada.

وَكَأَيِّنمِّنْ ءَايَةٍ فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ

'Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya (Yusuf 12:105)'.

وَمِنْءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍ ثُمَّ إِذَآ أَنتُم بَشَرٌ تَنتَشِرُونَ

'Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak (Ar Ruum 30:20)'.

قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ أَمَّن يَمْلِكُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَمَن يُخْرِجُ ٱلْحَىَّ مِنَ ٱلْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ ٱلْمَيِّتَ مِنَ ٱلْحَىِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

'Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?' (Yunus 10:31)

Kalau Allah menyifati dirinya dengan Zat Yang Mahakuasa, maka tidak mungkin ada sifat “Mahakuasa” tanpa ada suatu Zat. Misal lain seperti “Budi adalah orang yang pintar”. Tidak mungkin dong, ada sifat “pintar” tanpa adanya sosok “Budi”, pernahkan kita berfikir seperti itu?

Di manakah Allah?

Para ulama mengajarkan bahwa Allah itu tidak bertempat dan tidak singgah di suatu tempat. Karena, jika Allah bertempat di suatu tempat, maka keberadaan “tempat” itu lebih luas dan Zat Allah menjadi terbatas. Hal ini bertentangan dengan sifat wajib Allah, "yang tidak menyerupai makhluknya dari sisi mana pun". Yang jelas, kekuasaan Allah swt. itu menyelimuti apa pun, entah itu yang bisa kita lihat ataupun tidak.

ۚ لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

'Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat (Asy Syuura 42:11)'.

Kesimpulannya adalah Allah sebagai Tuhan kita itu memang eksis dan kita sebagai manusialah yang "buta" akan hal tersebut. Dan, Sering kali kita melalaikan tanda-tanda kekuasaan-Nya.

Wallahu A’lam Bis Showab

Tabik!


Baca juga tulisan lain terkait akidah dan artikel menarik lainnya dari Zidni Nur Hamid

Related Articles

Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Tahrir
· 3 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Ikhwan
· 5 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Wahhabiyyah
· 6 menit untuk membaca
Pokok-Pokok Akidah Aswaja (1): At-Tanzih
· 5 menit untuk membaca
Serial Aswaja (2): Mazhab-Mazhab Ahusunnah Waljamaah
· 6 menit untuk membaca