Zawaya.id–Yerusalem menjadi sebuah kota metropolitan dan merupakan tempat dilaksanakannya program pembangunan Salomo yang paling ambisius. Memperluas kota itu ke arah utara, Salomo membangung sebuah acropolis (kubu pertahanan) kerajaan di lokasi bekas tanah miliki Arauna di puncak bukit Zion.
Bangunan itu terdiri atas sebuah bait suci (baca: Bait al-Muqaddas), sebuah istana raja, sebuah balai bendahara, balai singgasana yang di dalamnya terdapat takhta megah Salomo yang terbuat dari gading, dan istana khusus bagi putri Firaun, istri Salomo yang paling terpandang.Tidak satu pun dari bangunan-bangunan ini selamat hingga hari ini. Pengetahuan kita tentang Bait Suci ini diperoleh sepenuhnya dari para penulis Bibel. Bait Suci mengikuti model lazim kuil Kanaan dan Asyur. Barangkali Bait Suci dirancang oleh perajin dari Tirus dan tampaknya merupakan contoh tipikal gaya arsitektur imperial Asyur.
Awam tidak boleh memasuki bangunan Bait Suci, dan pengorbanan dilakukan di pelataran luar. Ruang suci itu sendiri cukup kecil dan terdiri atas tiga bagian: Balai (Ulam), di ujung timur; ruang kebaktian (Hekal); dan sedikit lebih tinggi darinya terdapat ruang maha kudus (Debir), yang menyimpan Tabut dan ditutupi oleh tabir dari kain berwarna biru, kirmizi, dan ungu tua dari bahan lenan.
Dengan membangun Bait Suci dan menjadikan Yahweh (Allah) sebagai sesembahan satu-satunya, Salomo, dalam peristilahan Kanaan, secara resmi telah mengambil tanah itu atas nama Wangsa Daud. Yahweh kini menjadi penguasa Yerusalem dan karena Israel adalah umat-Nya, tanah itu menjadi milik mereka. Istana Baal di bukit Zafon menjadikan wilayah di sekitarnya menjadi harta warisannya yang tak bisa digugat; kini Zion menjadi milik Israel sebagai harta warisan abadinya. Maka, Bait Suci menjadi klaim Salomo atas Yerusalem sebagai warisan abadi Wangsa Daud.
Pembanguna Bait Suci merupakan tindakan penaklukan, suatu jalan untuk menguasai Tanah-yang-Dijanjikan dengan dukungan Ilahi. Bangunan tersebut merupakan pernyataan bahwa hari-hari pengembaraan Israel telah usai; rakyat Kerajaan Bersatu akhirnya pulang ke rumah mereka dan menetap di tempat yang di situ mereka dapat hidup dalam kedekatan dengan Ilahi.
Di masanya (961-922 SM), Salomo sukses memajukan kegiatan ekonomi kerajaan, meskipun di saat yang bersamaan ia kehilangan beberapa wilayah-wilayah hasil taklukan ayahnya. Seperti yang nanti akan saya jelaskan. Ia berhasil membuka hubungan dagang dengan negeri-negeri Arab hingga ke jazirah selatan, yakni negeri Saba (Yaman).
Namun, pada akhirnya Salomo dianggap sebagai tokoh yang mengecewakan. Sejarawan yang menyusun Kitab Ulangan, menulis pada abad ke-6 SM, memandangnya sebagai penyembah berhala. Ini disebabkan karena Salomo membangun di Yerusalem kuil-kuil bagi para dewa sesembahan semua istrinya yang berkebangsaan asing. Akibat ketidaksetiaan inilah, Kerajaan Bersatu mengalami disintegrasi setelah Salomo wafat. Padahal, bangsa Israel telah menjadi sepenuhnya monoteis pada abad ke-6 SM.
Kegagalan Salomo barangkali disebabkan ia tidak menegakkan tzadek (kebenaran atau keadilan). Ekonomi politik kerajaannya melemah. Kerajaan-kerajaan pasti jatuh ketika kehabisan sumber daya, dan meski kekayaan Salomo digambarkan amat luar biasa, pengeluaran negara itu melampaui batas. Salomo membeli bahan-bahan bangunan yang mahal dari Hiram, Raja Tirus, dan tidak mampu membayar utangnya. Oleh karena itu, Salomo harus menyerahkan dua puluh kota kepada Tirus, kemungkinan terletak di Galilea barat.
Meskipun memiliki angkatan bersenjata yang kuat, Salomo tidak mampu mempertahankan wilayah yang diwarisinya dari Daud. Mulanya Edom dan Damaskus memisahkan diri dan menyatakan kemerdekaan mereka. Namun, yang lebih gawat adalah ketidakpuasan dan kelesuan dalam kerajaan itu sendiri. Daud lebih memihak kerajaan Yehuda yang ia dirikan sendiri dan akibatnya nyaris kehilangan kesetiaan kerajaan Israel. Salomo rupanya tidak belajar dari kesalahan ayahnya ini. Tampaknya ia mengeksploitasi Israel, memperlakukannya seperti wilayah taklukan ketimbang mitra yang sejajar.
Ia membagi wilayah utara negeri itu menjadi dua belas daerah administratif, setiap daerah wajib menjamin makanan raja dan seisi istananya selama sebulan dalam setahun dan menyediakan orang-orang untuk kerja rodi, di kitab Tarikh Falasthin al-Qadim kebijakan ini disebut sebagai al-amal al-ijbariy. Tidak ada penyebutan aturan yang sama bagi kerajaan Yehuda di selatan. Lebih lanjut, orang-orang membenci kerja rodi itu. Kerja paksa adalah kenyataan hidup pada zaman kuno: Daud juga menerapkan sistem ini dan tidak ada yang menentangnya. Namun, Salomo membutuhkan tenaga kerja yang amat besar bagi program pembangunan raksasanya.
Hal itu merusak perekonomian, karena bangunan-bangunan itu sendiri tidaklah produktif dan kerja rodi mengakibatkan orang-orang harus meninggalkan lahan dan kota mereka, yang dahulunya di tempat-tempat itulah kekayaan negeri dihasilkan. Lebih buruk lagi, kerja paksa menampilkan ketidakadilan yang mencolok. Kita diberi tahu bahwa tiga puluh ribu orang Israel dikerahkan dalam kerja rodi, tetapi kita tidak menjumpai keterangan adanya kerja paksa semacam itu di Yehuda. Orang-orang Israel marah dan sebagian dari mereka bercita-cita memisahkan diri dari Yerusalem.
Politik Salomo jauh dari usaha untuk menyatukan dua negara yang dulu bersepakat untuk bersatu, ia lebih memihak ke Yehuda dan menjadikan kerajaan ini sebagai sekutu setia dan tuan bagi kerajaan lainnya. Sedangkan kerajaan Israel diperlakukan seperti bawahan, tidak diperlakukan sama sebagaimana ia memperlakukan kerajaan Yehuda.
Kita telah menyaksikan bahwa kultus keadilan pada zaman kuno bukan semata impian kesalehan, melainkan berakar dalam pertimbangan politik yang bijak. Kerajaan-kerajaan runtuh akibat keresahan sosial. Kerajaan Salomo juga mengalami disintegrasi karena sang raja tidak memperlakukan rakyatnya secara sama rata, ini menjadi pelajaran berharga bagi para penerusnya.
Salomo menyadari bahwa kerajaannya berada dalam bahaya. Kita dapat membaca bahwa pada tahun-tahun terakhir kehidupan Salomo, Yerobeam, salah seorang pengawas kerja rodi Israel, bertikai dengan sang raja. Dikatakan bahwa salah seorang nabi dari utara menyampaikan nubuat bahwa kerajaan Salomo akan terpecah menjadi dua dan Yerobeam akan memimpin sepuluh suku Israel di utara.
Oleh karenanya, barangkali Yerobeam merencanakan pemberontakan. Salomo berusaha membunuhnya, tetapi Yerobeam berhasil melarikan diri ke Mesir, meminta perlindungan Firaun Sisak. Ia tidak perlu tinggal terlalu lama di pengasingan. Tidak lama setelah itu, Salomo wafat pada sekitar 930 SM, setelah berkuasa cukup lama, yaitu empat puluh tahun. Ia dimakamkan berdekatan dengan ayahnya di ‘Ir David dan kekuasaannya dilanjutkan oleh putranya, Rehabeam. Tidak lama kemudian, petaka yang dikhawatirkan Salomo akhirnya menimpa Kerajaan Bersatu Israel dan Yehuda.
Baca ulasan menarik lainnya dari Ubaidil Muhaimin