Gus Dur dan Kiai Aman: Potret Teman Dekat Hingga Akhir Hayat

Kiai Aman pernah menggoda Gus Dur dengan candaan, “Durahman iku sering kulakan humor nang aku, tapi aku gak tau oleh royalti.” (Gus Dur itu sering sekali mendapatkan humor dariku, tapi aku tidak pernah mendapat royalti).

· 2 menit untuk membaca
Gus Dur dan Kiai Aman: Potret Teman Dekat Hingga Akhir Hayat

Gus Dur, seperti yang jamak diketahui, adalah cucu dari Kiai Hasyim Asy’ari. Ingatan kita tentu akan jatuh pada pesantren Tebuireng, saat mendengar nama Gus Dur disebut. Namun yang cukup jarang melekat di benak adalah soal keterikatan Gus Dur dengan pesantren Tambakberas. Padahal jika menengok silsilah, Gus Dur adalah bagian dari keluarga besar Tambakberas.

Sebagai bagian dari keluarga besar, Gus Dur tentu akrab dengan para kiai di Tambakberas. Namun, ada satu kiai yang terbilang cukup dekat dengan Gus Dur. Beliau adalah Kiai Amanullah Abdurrachim. Putra dari Kiai Abdurrachim Hasbullah yang biasa dipanggil Kiai Aman ini, merupakan kawan sejati Gus Dur sejak kecil. Kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh beliau berdua seperti halnya, usia yang sebaya; ditinggal wafat ayahanda sejak kecil; menjadi santri Kiai Chudlori; hingga selera humor, membuat pertemanan Gus Dur dan Kiai Aman tetap akrab hingga akhir hayat.

Dua sejoli tersebut terhitung akrab sejak sama-sama nyantri di Tegalrejo. Masa-masa nyantri mulai tahun 1957 hingga 1959 tersebut, menyisakan banyak sekali kisah seru khas anak pesantren. Saking akrabnya, jika ingin mengetahui daftar “kenakalan” Gus Dur semasa nyantri, tanyakan saja pada Kiai Aman. Begitu pula sebaliknya. Selain sama-sama “pegang kartu”, dua kiai ini juga klop soal humor. Seolah tidak pernah kehabisan stok humor untuk saling dilempar satu sama lain.

Tampaknya, selain memiliki selera humor yang sama, pasangan paman-keponakan ini juga memiliki kadar usil yang tidak jauh beda. Satu riwayat mengatakan bahwa Gus Dur dan Kiai Aman pernah mengusili Kiai Sholeh Abdul Hamid, yang tak lain adalah keponakan Kiai Wahab Hasbullah. Kiai Sholeh tentu tak bisa berbuat apa-apa, selain tersenyum kecut, jika sepupu dan keponakannya itu sudah berulah.

Kedekatan pertemanan yang beliau berdua miliki, ternyata mampu melampaui ruang dan waktu. Jarak tempat tinggal yang jauh bukanlah sebuah halangan untuk tetap menjalin kedekatan satu sama lain. Dikisahkan dari putra-putri dan menantu Kiai Aman, setiap kali Gus Dur bertandang ke Jombang, hampir bisa dipastikan jika beliau selalu bermalam di kediaman Kiai Amanullah. Agenda bermalam tersebut tentu dimanfaatkan oleh Gus Dur dan Kiai Aman untuk saling melempar candaan dan bernostalgia. Jika Gus Dur rawuh, bisa dipastikan kalau dalem Kiai Aman akan ramai ger-geran hingga menjelang subuh.

Tidak hanya melampaui ruang dan waktu, dua kawan karib ini juga membuktikan bahwa keterbatasan fisik adalah perkara sepele bagi mereka yang benar-benar berteman dekat. Sewaktu kondisi kesehatan beliau berdua mulai menurun dan tidak mungkin untuk saling berkunjung sesering mungkin, Gus Dur dan Kiai Aman tetap berkomunikasi melalui sambungan telepon. Cerita demi cerita mengalir begitu saja berjam-jam lamanya. Bagi Gus Dur dan Kiai Aman, Jakarta-Jombang adalah dekat. Tapi tetap saja rindunya tak pernah tamat.

Potret kedekatan beliau berdua juga bisa dinikmati lewat saling “pinjam humor”. Suatu ketika, Kiai Aman pernah menggoda Gus Dur dengan candaan, “Durahman iku sering kulakan humor nang aku, tapi aku gak tau oleh royalti. (Gus Dur itu sering sekali mendapatkan humor dariku, tapi aku tidak pernah mendapat royalti). “Protes” Kiai Aman tersebut disebabkan oleh Gus Dur yang kadang-kadang memakai humor Kiai Aman untuk bahan humor beliau saat berpidato dalam suatu forum. Digoda begitu oleh teman dekatnya, Gus Dur jelas saja terpingkal-pingkal mendengarnya. Untuk dua kiai humoris kita, Al-Fatihah.


Baca juga tulisan menarik lainnya dari Hikmah Imroatul Afifah

Related Articles

Hadiah Allah untuk Jiwa-Jiwa Pemaaf*
· 1 menit untuk membaca