Tata Krama Berbicara Ala Ulama Al-Azhar

"Semua hal yang telah kamu baca, tidak harus kamu sampaikan (semuanya)!" kata Dr. Muhammad 'Iwadh.

· 2 menit untuk membaca
Tatakrama Berbicara Ala Ulama Al-Azhar
Ulama Al-Azhar tengah mengikuti acara Muktamar yang diselenggarakan oleh Univ. Al-Azhar Fak. Ushuluddin; pada tgl 19-20 Maret 2022. sumber: Laman Facebook Al-Azhar 

Zawaya.id–Seni berbicara merupakan kegiatan yang sangat digandrungi oleh banyak kalangan. Ada banyak cara agar seseorang untuk dapat merangkai materi, kemudian disampaikan kepada khalayak umum. Namun, ada beberapa batasan yang wajib kita ketahui dan kita pelajari sebelum menyampaikan materi.

Dr. Muhammad ‘Iwadh, pengajar mata kuliah Khithabah di Fakultas Ushuluddin Al-Azhar, Mesir, acapkali mengingatkan Mahasiswa tentang metode dan tatakrama dalam berbicara di depan audiensi. Beliau menyampaikan hal itu agar anak didiknya atau siapapun tidak sembrono dalam menyampaikan dakwah.

Dr. Muhammad ‘Iwadh berkata,

“Semua hal yang telah kamu baca, tidak harus kamu sampaikan [semuanya]. Dan, segala materi yang bisa disampaikan, belum tentu bisa disampaikan di waktu yang relevan. Kemudian, setiap pakar belum pasti mampu memilih momen yang cocok untuk menyampaikan materi.”

Perkataan beliau di atas mencakup beberapa hal yang bisa kita petik.

Pertama, kita dituntut bisa menyaring materi apa saja yang akan disampaikan. Hal ini adalah persiapan yang harus benar-benar kita lakukan, agar apa yang kita sampaikan tidak meleset dari tujuan kita berbicara.

Kedua, pemilihan waktu yang tepat. Dengan artian, waktu yang kita pilih untuk menyampaikan materi harus sesuai dengan realitas kehidupan yang tengah terjadi, dan sesuai dengan keadaan audiensi. Jadi, setiap dai atau khatib wajib mengetahui bagaimana realitas kehidupan yang tengah dijalani masyarakat. Misal, umat Islam sekarang tengah sibuk mempersiapkan penyambutan bulan Ramadan, oleh karena itu, penyampai materi harus mampu memilih materi yang berisi dengan keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadan, bukan malah menyampaikan materi politik!

Kemudian seorang dai juga dituntut untuk mengetahui kondisi audiensi, apakah audiensi sedang berbahagia atau dirundung duka. Jadi harus selektif!

Ketiga, harus ada keahlian perihal materi yang akan disampaikan. Artinya, kita tidak boleh sembarang mencomot orang sebagai pembicara untuk materi tertentu. Ada keahlian dan kepakaran yang harus dijaga. Tujuannya adalah agar audiensi merasa puas dengan materi yang disampaikan. Karena, tujuan awal dari penyampaian materi adalah menghanyutkan pendengar dalam samudera materinya, serta agar mereka puas dengan penyampaiannya.

Soal kepakaran, setiap insan wajib menyadari betul tentang hal ini. Karena banyak masalah yang lahir muncul karena dampak pembicaraan yang disampaikan oleh orang yang bukan ahlinya. Dalam khazanah Islam, Al-Qur’an Allah swt. melarang seseorang agar tidak sembrono menyampaikan ilmu yang tidak mampu ia kuasai:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰۤئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya penglihatan, pendengaran, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawaban.” (Al-Isra: 36)

Masalah kepakaran juga sangat diperhatikan oleh Rasulullah saw. Beliau pernah memberikan batasan tentang kepakaran, “ketika sesuatu dipasrahkan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat!” (HR. Bukhari.)

Besar harapan, tulisan ini mampu mengingatkan kita untuk tidak sembarangan dalam berbicara, memilih pembicara, dan memilih bahan bicara. Dan menjadikan kita orang yang selalu berhati-hati dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama.

Wallahu a’lam.


Baca juga artikel terkait Al-Azhar yang lainnya.

Related Articles

Tiga Komitmen yang Harus Dijaga di Bulan Suci Ramadan
· 2 menit untuk membaca
Syair Nasihat Rumi dalam Menyongsong Ramadan
· 3 menit untuk membaca
Sabar di Setiap Keadaan
· 1 menit untuk membaca
Berkumpul dengan Kekasih Allah
· 1 menit untuk membaca