Syawal adalah bulan yang dinanti kaum muslim. Terkhusus Idulfitri, hari kemenangan yang dirindu-rindukan, menyambutnya adalah hal yang tak boleh terlewatkan. Segelintir orang memilih merestorasi rumah untuk menyambut sanak keluarga dan para tamu. Ada juga yang mengunjungi butik, hunting pakaian; agar terkesan nyaman dipandang. Ada pula yang sekadar berdiam diri di pojokan, memikirkan belum ada tangan yang bisa digenggam, sebagaimana mereka yang telah merasa bahwa “dunia hanya milik berdua.”
Menyambut kedatangan Idulfitri merupakan hal baik yang patut dilestarikan. Sejak dahulu, salaf saleh memberikan edukasi tentang bagaimana menyambut Idulfitri dengan benar. Bukan hanya perihal menyambut, mereka juga menginformasikan bagaimana cara memaksimalkan momentum hari suci itu.
Di malam hari, salaf saleh terbiasa melakukan wirid, baik yang bersifat jasmani ataupun rohani. Sebagian dari mereka ada yang membersihkan rumah, halaman, dan menghias ruang tamu. Sebagian lainnya memilih berzikir, dengan takbir dan tahmid yang menjadi jurus mereka untuk menghidupkan malam Id.
Gebyar penyambutan itu merupakan upaya penyucian jasmani-rohani dari segala kotoran. Mengibas noda hitam dari yang mendera. Hal ini adalah proses purifikasi diri. Upaya yang dilakukan untuk memantaskan diri di hadapan Tuhan.
Hari Idulfitri adalah hari pembebasan hak adami yang tercederai. Setiap individu tak segan untuk menyatakan khilaf dan mengais maaf dari individu lainnya. Berbagai harapan baik juga dilontarkan. Vibrasi baik pun terasa ranum dan semerbak.
Selain memberikan maaf, tuan rumah nantinya akan menyajikan hidangan andalannya. Makanan ringan dan berat pun disuguhkan. Hal ini juga akan dibalas oleh tuan rumah lainnya dalam kesempatan mendatang. Suasana harmonis yang sangat indah.
Menu andalan yang biasa menghiasi meja makan adalah opor ayam. Hadirnya sangat dinanti para tamu. Rasanya yang sedap menjadi daya pikat tersendiri. Taburan bawang goreng yang memucuk semakin menyempurnakan gurihnya.
Sedapnya opor ayam semakin terasa dengan adanya perbincangan santai. Membincang tentang progresivitas belajar yang ditempuh. Membicarakan bisnis yang sedang ditekuni, atau membicarakan dinamika kehidupan yang lain.
Cita rasa opor ayam terkadang luntur. Hanya rasa hambar yang bisa dicecap. Bukan karena kurangnya penyedap rasa. Kehambarannya dikarenakan pertanyaan yang menohok kaum jomlo. Pertanyaan mengenai “teman hidup” menjadi biang keladinya.
Pertanyaan yang menyamai level pertanyaan malaikat kubur itu mampu meruntuhkan harga diri kesatria. Bibirnya diam seribu bahasa. Pikirannya mengalami stagnasi yang tak karuan. Ia tak berkutik, dan hanya senyum palsu yang dapat ia ekspresikan.
Tidak masalah, pertanyaan sedemikian rupa perlu dilontarkan. Ia mampu memancing hasrat muda-mudi untuk melanjutkan ke kehidupan yang sesungguhnya. Membina rumah tangga dan membangun keluarga yang berkualitas sesuai tuntunan syariat. Tujuan mulia ini terus diperingatkan Rasulullah Saw. terhadap umatnya. Sebab, di hari kiamat kelak, beliau bangga dengan jumlah pengikut yang banyak.
Kehadiran makanan di tengah kerumunan adalah perekat persaudaraan. Sebab, makanan memiliki daya untuk menghadirkan kebahagiaan. Perilaku ini adalah adab Rasulullah Saw. ketika menjamu para tamunya. Tak terbatas untuk umatnya, kedermawanannya juga menyebar sampai kaum Yahudi. Akhlak yang patut diteladani oleh setiap umatnya. Dengan hidangan yang tersaji, kita mampu memperkuat tali persaudaraan, dan melunturkan noda-noda kebencian. Wallahualam.
Walkhitam. Idulfitri adalah momen untuk menebus dan menuntaskan hak kemanusiaan. Untuk itu, mari kita perindah suasana silaturahmi ini. Kita perlu menyatkan khilaf, mengharap dan memberi maaf kepada sesama. Semoga di hari mulia ini, kita menjadi hamba mulia, dengan diampuninya segala dosa dan diterimanya seluruh amal mulia.
Tentang opor ayam yang tiba-tiba hambar rasanya, dan juga tentang pernyataan yang menyinggung para jomlo, semoga dimaafkan dengan segera. Pun disegerakan "hilal" pasangannya.
Baca tulisan menarik lainnya dari Syafil Umam.