Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Ikhwan

Hizb al-Ikhwan mengafirkan pemerintahan yang tidak berhukum Islam, walaupun dalam satu permasalahan, dan mengafirkan rakyat yang berada di bawah kekuasaan mereka.

· 5 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Ikhwan
Potret Sayyid Quthb, pengarang tafsir Fi Zhilal Al-Quran, kitab tafsir yang diklaim sebagai sumber inspirasi tindakan terorisme.

Zawaya.id–Hizb al-Ikhwan adalah para pengikut Sayyid Quthb al-Mishri (w. 1387 H). Mereka mengikuti Sayyid Quthb yang mengatakan bahwa orang yang berhukum selain hukum Al-Qur’an, sekalipun dalam satu permasalahan, berarti telah menolak ketuhanan Allah dan telah menjadikan ketuhanan tersebut bagi dirinya.

Sayyid Quthb dan Hizb al-Ikhwan mengafirkan pemerintahan yang tidak berhukum Islam, walaupun dalam satu permasalahan, dan mengafirkan rakyat yang berada di bawah kekuasaan mereka. Mereka menghalalkan darah orang-orang tersebut. Untuk itu, mereka selalu berusaha dengan jalan apa pun untuk membunuh orang-orang tersebut, baik dengan senjata, pemboman dan lain-lain. Mereka hanya menoleransiorang-orang yang bersedia bersama mereka untuk memberontak terhadap para penguasa pemerintahan.

Paham Sayyid Quthb ini sebelumnya tidak ada dalam Islam, kecuali pada kelompok Khawarij. Paham Khawarij, sebagaimana telah umum diketahui, mengafirkan seorang muslim karena melakukan maksiat seperti berzina, meminum  arak, berhukum selain hukum Islam karena suap atau nepotisme. Padahal Sayyid Quthb, dalam sejarah hidupnya, pernah dalam tempo sekitar sebelas tahun berada dalam keraguan dan pengingkaran akan adanya Allah, seperti diakuinya sendiri. Kemudian ia bergabung dengan Hizbul Ikhwan yang dipimpin oleh Syekh Hasan al-Banna–semoga Allah marahmatinya.

Di masa hidup Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, bersama beberapa orang lainnya, menyimpang dari manhaj Hasan al-Banna yang benar. Dalam manhaj Hasan al-Banna, tidak ada kafir-mengafirkan terhadap seorang muslim yang tidak menerapkan hukum Islam. Ketika Syekh Hasan al-Banna mengetahui penyimpangan mereka, ia mengatakan bahwa mereka bukan bagian dari pergerakan Ikhwan dan mereka bukan orang-orang Islam.

Firkah Non-Aswaja: Wahhabiyyah
Sebagian ulama menyimpulkan pokok-pokok ajaran Wahhabiyyah dalam “Tiga T”: Tasybih, Takfir, dan Tabdi’ (menuduh kaum muslimin sebagai ahli bidah).

Muhammad al-Ghazali, salah seorang pengikut Syekh Hasan al-Banna, dalam kitabnya yang berjudul Min Ma’alim al-Haqq, hlm. 264, berkata,

“Ketika menyusun kekuatan jamaahnya pada periode awal, ustaz Hasan al-Banna secara pribadi mengetahui bahwa orang-orang terkemuka dan terpandang, serta orang-orang yang mencari kepuasan sosial yang mulai banyak masuk ke dalam gerakannya, tidak akan banyak berguna pada saat-saat genting. Maka, ia membentuk apa yang disebut dengan al-Nizham al-Khashsh.

Kesatuan ini menggalang para pemuda yang terlatih dalam peperangan yang disiapkan untuk memerangi penjajah. Ternyata, perkumpulan para pemuda yang tersembunyi ini belakangan menjadi sumber bencana dan malapetaka bagi pergerakan.

Mereka saling membunuh di antara mereka; berubah menjadi alat pemusnah dan teroris ketika komando berada di tangan orang-orang yang tidak memiliki pemahaman tentang Islam dan tidak bisa menjadi pegangan untuk mengetahui tentang kemaslahatan umum. Syekh Hasan al-Banna sebelum wafat mengatakan bahwa mereka itu bukanlah bagian dari Ikhwan dan bukan orang-orang Islam."

Sangat disayangkan, banyak orang terkecoh dengan tafsir Sayyid Quthb (fi Zhilal Al-Qur’an) ini, sehingga dengan inspirasi dari tafsir ini, mereka melakukan banyak pembunuhan (terorisme) terhadap orang-orang yang tak bersalah di Mesir, Aljazair, Suriah dan negara lainnya. Mereka menganggap bahwa membunuh orang-orang yang tidak bergabung dengan mereka adalah qurbah (upaya mendekatkan diri) kepada Allah.

Salah satu pembunuhan yang meraka lakukan adalah pembunuhan di kota Halab, Syiria. Mereka membunuh seorang Syekh yang menjadi mufti daerah 'Ifrin, daerah di bawah kekuasaan kota Halab. Syekh tersebut memang tidak sependapat dengan Hizb al-Ikhwan. Selepas salat Isya, mereka masuk masjid yang saat itu hanya ada Syekh tersebut dan satu orang lainnya. Mereka tiba-tiba mengarahkan peluru ke tubuh Syekh tersebut. Orang yang ada di samping Syekh merangkulnya untuk melindunginya hingga ia meninggal terkena peluru yang mengarah kepada Syekh. Setelah itu, mereka membunuh Syekh. Syekh ini bernama Syekh Muhammad al-Syami—semoga Allah meridainya.

Pokok-Pokok Akidah Aswaja: Allah Maha Pencipta Segala Sesuatu
Segala sesuatu, selain Allah, adalah makhluk, yang berarti: ciptaan Allah swt.

Sejak dulu dan hingga sekarang, selalu ada pemerintahan muslim yang tidak menerapkan hukum Islam karena menerima suap, nepotisme, mencari simpati para pejabat atau pemegang kekuasaan di berbagai pos, instansi, dan lain-lain. Namun begitu, kaum muslimin tidak mengafirkan mereka sekalipun mereka tidak menerapkan hukum Islam. Mereka hanya dianggap sebagai orang-orang fasik.

Para pengikut Sayyid Quthb ini biasa mengubah-ubah nama gerakan mereka. Sekitar empat puluh tahun yang lalu, mereka dikenal dengan dua nama. Di Mesir dan beberapa negara, mereka dikenal dengan Hizb al-Ikhwan al-Muslimin. Sementara di Lebanon dikenal dengan nama 'Ibadur Rahman. Belakangan, mereka membuat nama baru, yaitu al-Jama’ah al-Islamiyyah agar orang-orang mengira bahwa mereka benar-benar menyeru kepada Islam yang sebenarnya, dalam keyakinan maupun tindakan, padahal kenyataannya tidak demikian.

Kesesatan Hizb al-Ikhwan, pengikut Sayyid Qutb antara lain:

a. Mengkafirkan yang berhukum dengan selain hukum Islam secara mutlak
Sayyid Quthblah yang mengatakan bahwa orang berhukum selain hukum Al-Qur’an, sekalipun dalam satu permasalahan, berarti telah menolak ketuhanan Allah dan telah menjadikan ketuhanan tersebut bagi dirinya sendiri. Menurutnya, hal tersebut telah sesuai dengan firman Allah:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ (المائدة: 44)

Dalam kitabnya yang berjudul Fi Dzilal Al-Qur’an, jilid 2, halaman 590, ia mengatakan, “…tidak ada umat Islam di atas bumi ini, selama para pemerintah berhukum dengan selain hukum syariat sekalipun dalam beberapa masalah yang kecil.”

b. Sayyid Quthb menamakan Allah dengan nama yang tidak layak bagi-Nya
1) Sayyid Quthb menamakan Allah dengan al-Risyah al-Mubdi’ah ('bulu yang menciptakan'). Dalam kitabnya yang berjudul Fi Zhilal Al-Qur’an, dalam menafsirkan surat al-Baqarah, juz 2, hal. 204, dia mengatakan, “Sentuhan yang mengagumkan ini berasal dari bulu yang menciptakan (Allah)”.

2) Sayyid Quthb menamakan Allah dengan al-‘Aql al-Mudabbir (akal yang mengatur) dalam kitabnya yang berjudul Fi Zhilal Al-Qur’an, dalam menafsirkan surat an-Naba, jilid 6, hal. 3804. “…(Allah adalah) akal yang mengatur terhadap sesuatu yang wujud yang tampak”.

c. Sayyid Quthb berpaham hulul
Dalam kitabnya yang berjudul Fi Zhilal Al-Qur’an, ketika menafsirkan surat al-Ikhlash, jilid 6/4002, Sayyid Quthb, mengatakan,
“Sesungguhnya dia adalah kesatuan wujud, Tidak ada hakikat, kecuali hakikat Allah. Tidak ada yang wujud dengan sebenarnya, kecuali wujudnya Allah. Setiap yang ada-yang-lain itu wujudnya diambil dari wujud-yang-sebenarnya dan hakikatnya diambil dari hakikat dzatiyah”.

Dalam kitab yang sama, ketika menafsirkan surat al Hadid: 4 (jilid 6/3481), ia mengatakan,
“(Wahuwa ma’akum ainama kuntum) adalah kalimat yang menunjukkan hakikat-yang-sebenarnya bukan kinayah dan majas. Allah bersama setiap orang, bersama setiap sesuatu, pada setiap waktu dan di setiap tempat.”

Serial Aswaja (1): Kesahihan Akidah Asyariyah dan Maturidiyah
Sejarah telah membuktikan bahwa mayoritas umat Muhammad pada setiap generasi, dari dahulu hingga sekarang, adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah

d. Sayyid Quthb mencela belajar fikih
Dalam kitabnya yang berjudul Fi Zhilal Al-Qur’an, jilid 4, hal. 2012, Sayyid Qutb berkata:
“Sesungguhnya menyibukkan diri dengan fikih pada saat sekarang dengan sifat-sifatnya sebagai sebuah amal untuk Islam adalah menyia-nyiakan umur dan pahala juga”.

e. Sayyid Quthb mencela para nabi
Sayyid Quthb mencela Nabi Musa. Dalam kitabnya yang berjudul at-Tashwir al-Fanniy fi Al-Qur ’an, hal. 162, Sayyid Qutb mengatakan, “Kita dapat menjadikan Musa sebagai contoh bagi seorang pemimpin yang emosional, fanatik,dan keras kepala.”


Baca tulisan lainnya terkait Aswaja atau artikel menarik lain dari Zaada

Related Articles

Habib Luthfi dan Lebah-lebah Thudong
· 2 menit untuk membaca
Ijtihad dalam Sudut Pandang Al-Dihlawi (1)
· 4 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Tahrir
· 3 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Wahhabiyyah
· 6 menit untuk membaca