Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Tahrir

Hizb al-Tahrir beranggapan bahwa seorang yang mati sebelum membaiat khalifah maka mati dalam keadaan jahiliah

· 3 menit untuk membaca
Taqiyyuddin al-Nabhani, tokoh penting dalam kelompok Hizbut Tahrir
Taqiyyuddin al-Nabhani, tokoh penting dalam kelompok Hizbut Tahrir

Zawaya.id–Hizb al-Tahrir adalah pengikut Taqiyyuddin al-Nabhani (w. 1400 H). Di antara kesesatan Hizb al-Tahrir dan bukti menyempalnya kelompok ini dari mayoritas umat Islam adalah pernyataan mereka bahwa orang yang meninggal dengan tanpa membaiat seorang khalifah maka matinya adalah mati jahiliyyah. Artinya, menurut mereka, matinya orang yang tidak sempat membaiat khalifah laksana matinya orang-orang penyembah berhala.

Jika demikian menurut mereka, dalam kurun waktu sekitar seratus tahun terakhir, seluruh orang muslim yang meninggal matinya dalam keadaan mati jahiliah. Sebab, sejak saat itu, dunia Islam telah vakum dari khilafah dan khalifahnya. Terlebih khilafah Islamiah tertinggi yang mengurus keperluan seluruh umat Islam telah terputus sejak lama.

Umat Islam yang pada masa sekarang tidak mengangkat khalifah, sesungguhnya mereka mempunyai uzur (alasan yang diterima). Yang dimaksud dengan umat Islam di sini adalah rakyat karena terbukti rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mendirikan khilafah dan mengangkat seorang khalifah. Lantas berdosakah mereka jika memang tidak mampu? Bukankah Allah ta’ala berfirman,

لا يكلف الله نفسا الا وسعها

“Allah swt tidak membebankan terhadap satu jiwa, kecuali apa yang ia sanggup melakukannya”.

Lebih sesat lagi, Hizb al-Tahrir menyatakan bahwa seorang hamba adalah pencipta perbuatan ikhtiyari (perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauannya). Menurut mereka, yang diciptakan Allah hanya perbuatan manusia yang bersifat idlthirari (perbuatan yang di luar inisiatifnya seperti detak jantung, takut, menggigil karena kedinginan, dan lain-lain). Dengan pernyataannya ini, Hizb al-Tahrir telah menyalahi firman Allah ta’ala:

الله خالق كل شيء

“Allah adalah Pencipta segala sesuatu”. Segala sesuatu (شىء) dalam ayat ini mencakup tubuh manusia dan segala perbuatannya.

Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Ikhwan
Hizb al-Ikhwan mengafirkan pemerintahan yang tidak berhukum Islam, walaupun dalam satu permasalahan, dan mengafirkan rakyat yang berada di bawah kekuasaan mereka.

Di antara pokok ajaran Hizb al-Tahrir atau yang di Indonesia bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah

1) HTI berakidah Qadariyah, HTI menyatakan bahwa perbuatan manusia yang ikhtiyariyah tidak terkait dengan qada Allah.
Taqiyuddin al-Nabhani dalam as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, hal. 71-72, mengatakan,

“Dan perbuatan-perbuatan ini tidak ada kaitannya dengan qada (penciptaan Allah) dan qada tidak ada hubungannya dengan perbuatan manusia karena manusia yang melakukannya dengan iradah dan pilihannya. Dan berdasarkan hal itu, sesungguhnya perbuatan yang ikhtiyariyah itu tidak masuk di bawah qada (penciptaan Allah)”.

2) Hizbut Tahrir meyakini bahwa hidayah dan kesesatan itu bukan dari Allah
Taqiyuddin al-Nabhani dalam al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, hal. 95 berkata,

“Menghubungkan pahala dan siksa dengan hidayah dan kesesatan menunjukkan bahwa hidayah dan kesesatan itu berasal dari perbuatan manusia dan bukan dari Allah. Jika keduanya dari Allah maka Allah tidak memberi pahala terhadap hidayah dan tidak menyiksa terhadap kesesatan, karena itu berkonsekwensi menisbatkan kezaliman kepada Allah”.

3) Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua negara (termasuk Indonesia) yang dihuni oleh umat Islam sekarang disebut sebagai Dar al-Kufr.
Dalam Kitab Hizbit Tahrir dikatakan,

“Negara-negara umat Islam hari ini tidak ada suatu daerah atau Negara yang menerapkan hukum Islam dalam hukum dan urusan kehidupan, maka Negara-negara itu dianggap sebagai Negara kafir meskipun penduduknya adalah umat Islam.”

4) HTI meyakini bahwa para Nabi tidak maksum sebelum diangkat menjadi Nabi
Al-Nabhaniy dalam as-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1 hal. 136, mengatakan:

“Hanya saja, sesungguhnya, kemaksuman bagi para Nabi dan Rasul itu setelah dia menjadi seorang Nabi atau Rasul dengan turunnya wahyu kepadanya. Adapun sebelum kenabian dan risalah maka mungkin saja secara akal bagi mereka apa yang mungkin dilakukan oleh semua manusia. Karena kemakshuman itu untuk kenabian dan risalah.”

Firkah Non-Aswaja: Wahhabiyyah
Sebagian ulama menyimpulkan pokok-pokok ajaran Wahhabiyyah dalam “Tiga T”: Tasybih, Takfir, dan Tabdi’ (menuduh kaum muslimin sebagai ahli bidah).

5) HTI menyalahkan dan menghina para ulama Ahlussunnah Waljamaah
Taqiyuddin al-Nabhani dalam kitab al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz 1, hal.73-74, mengatakan:

“Mereka menganggap diri mereka (Asy’ariyyah) serta membantah Muktazilah dan Jabariyyah. Padahal, sebenarnya pendapat mereka dan pendapat kelompok Jabariyyah itu sama. Mereka adalah Jabariyyah; mereka benar-benar telah gagal dalam masalah kasb. Kasb itu tidak sejalan dengan akal karena tidak ada dalil akal yang mendukungnya dan juga tidak sejalan dengan naqli karena tidak ada dalil dari nas-nas syariat yang mendukungnya. Ia hanya usaha untuk mengkompromikan antara pendapat Mu’tazilah dan Jabriyyah”.


Baca tulisan lainnya terkait Aswaja atau artikel menarik lain dari Zaada

Related Articles

Habib Luthfi dan Lebah-lebah Thudong
· 2 menit untuk membaca
Ijtihad dalam Sudut Pandang Al-Dihlawi (1)
· 4 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Hizb al-Ikhwan
· 5 menit untuk membaca
Firkah Non-Aswaja: Wahhabiyyah
· 6 menit untuk membaca