Zawaya.id–Haul sesepuh almarhum Buntet pesantren telah terlaksana (7/8). Rangkaian acara prahaul juga terselenggara dengan meriah. Agenda tahunan pesantren ini tidak hanya diikuti oleh keluarga kiai dan para santri, tapi juga warga masyarakat dan alumni. Haul memang semacam menjadi acara wajib di setiap pondok pesantren. Rangkaian acaranya hampir sama; diisi tahlil dan pengajian umum yang bisa diikuti oleh semua masyarakat.
Di balik meriahnya momen haul, yang tidak kalah penting untuk dibicarakan adalah, apa sebetulnya makna haul? Pentingkah untuk melanggengkan perayaan haul bagi umat Islam?
K.H. Tubagus Rifqi Chowas dari Buntet pesantren, dalam sebuah kesempatan menjelaskan bahwa mengadakan haul tidak semata untuk mengenang haliyah orang-orang saleh, tetapi juga berfungsi sebagai shabun al-qulub atau pembersih hati. Beliau menegaskan, jika ingin hati bersih, sering-seringlah menghadiri acara haul orang-orang saleh.
Secara bahasa, haul bermakna satu tahun. Sedangkan yang dimaksud perayaan haul adalah peringatan tahunan atas wafatnya seseorang. K.H. Tubagus Ahmad Rifqi menjelaskan bahwa mengenang orang-orang saleh, adalah sebuah kebaikan yang tak ternilai. Sebelum itu, beliau mengurutkan pentingnya seorang hamba untuk senantiasa dzikrullah (menyebut Allah), kemudian dzikru ahbabihi min al mursalin wa al-auliya wa as-shalihin (menyebut kekasih-kekasih Allah, yakni: para rasul, wali, dan orang-orang saleh).
Dzikrullah atau menyebut Allah hukumnya adalah wajib. Hal ini sesuai dengan apa yang sudah tertuang dalam Al-Qur'an surat Al-ahzab ayat 41.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya."
Sedangkan menyebut nama para rasul, meskipun tidak ada perintah yang manshush (tertulis) dalam Al-Qur'an, tetap saja hukumnya wajib. Bisakah salat kita sah jika tidak menyebut nama nabi kita, Muhammad saw. dalam tahiyat? Tentu tidak. Dalam keyakinan ulama-ulama Syafiiyah pun dijelaskan bahwa menghafal nama dua puluh lima nabi dan rasul adalah wajib hukumnya.
Lalu bagaimana dengan dzikrul auliya wa as-shalihin? (mengenang para wali dan orang-orang saleh). Kiai Tubagus Rifqi bercerita panjang soal ini. Beliau berkali-kali meyakinkan kami para hadirin bahwa para auliya dan orang-orang saleh, jangankan meneladani haliyah-nya, mengenangnya saja bisa memberi berkah.
Beliau lalu berkisah tentang Ashabul Kahfi; kisah tujuh orang saleh dan seekor anjing yang diabadikan dalam Al-Qur'an. Nama-nama mereka memang tak ada, tetapi teladan-teladannya dikisahkan sangat nyata. Sebuah gua yang dijadikan tempat beribadah oleh Ashabul Kahfi, kemudian dibangun masjid di atasnya. Hal ini tentu bertujuan untuk mengenang kesalehan-kesalehan yang pernah terjadi di tempat tersebut, lalu melanjutkan dengan kembali membangun tempat ibadah.
وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ ۖ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًا ۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ ۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا (21: Al kahf)
Karamah para wali bahkan masih hidup meskipun beliau-beliau sudah wafat. Kiai Rifqi bercerita bahwa nama-nama Ashabul Kahfi ini ajaib. Jika dibaca, maka barang yang hilang akan kembali. Jika ditulis di suatu tempat, maka akan terhindar dari bencana.
Kiai-kiai Jawa membacanya menjadi sebuah syiir :
Maktsalmina Tamlikho kaping telu Marthunus # Kaping pate Nainunus ping limane Sarbunus
Nem Dzunwanus lan Falisthithyunusu kepitu # Qithmir wa Hamron karo asune wong pitu
Syiir di atas berisi kumpulan nama-nama Ashabul Kahfi dan anjingnya.
Itu menunjukkan bahwa orang-orang saleh, meski sudah wafat, mengenang namanya pun bisa menghidupkan karamah-karamahnya.
Apakah hal seperti ini diperbolehkan dalam Islam? Apakah bukan termasuk syirik atau pengkultusan individu? Jawabannya tentu boleh dan jelas bukan syirik.
Hal seperti ini juga terjadi pada maqom-Ibrahim. Banyak orang yang mengira bahwa maqom-Ibrahim adalah maqbaroh tempat nabi Ibrahim diistirahatkan. Kenyataannya, maqom-Ibrahim hanya sebuah tempat di mana terdapat jejak kaki nabi Ibrahim.
Dahulu, Sayyidina Umar bin Khottob berinisiatif untuk melaksanakan salat sunnah di belakang maqom-Ibrahim. Ternyata tindakan sayyidina Umar tersebut disetujui oleh Allah. Bahkan Allah mengabadikannya dalam Al-Qur'an.
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَا إِلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang itikaf, yang ruku dan yang sujud" (QS. Al-Baqarah : 125).
Para wali, para kiai, orang-orang saleh, bisa jadi mereka sudah tak ada. Namun, berkah dan karamahnya tetap hidup. Doa-doa beliau muttashil kepada Allah. Maka bertawasul pada para wali, mengenang teladan-teladannya, menghidupkan malam haulnya, adalah jalan menuju berkah berlimpah dan pensucian hati.
Baca juga tulisan lainnya terkait ubudiah atau artikel menarik lain dari Farah Firyal